Artikel Pertanian

Selasa, 18 Oktober 2016

Pemupukan Organik Pada Tanaman Padi


Rakitan teknologi revolusi hijau tahun 1980-an yang diperkenalkan kepada petani menyebabkan petani sangat tergantung pada pupuk dan pestisida anorganik dalam kegiatan budidaya padi. Ketergantungan petani terhadap pupuk dan pestisida anorganik dengan dosis yang berlebihan dalam budidaya padi tersebut ternyata menurunkan kandungan bahan organik tanah, mencemari lingkungan, dan menyebabkan tidak terkendalinya hama penyakit sebagai akibat ekosistem yang tidak stabil. Dampak negatif revolusi hijau menginspirasi para petani, pelaku usaha dan pemangku kepentingan lain untuk berpaling pada pengembangan sistem pertanian organik.


Sistem pertanian organik
Pada prinsipnya sistem pertanian organik merupakan sebuah sistem usahatani yang menganut prinsip-prinsip alam dalam membangun keseimbangan agroskosistem, agar bermanfaat bagi tanah, air, udara, tanaman dan seluruh mahluk hidup yang ada (termasuk organisme penganggu), serta mampu menyediakan bahan pangan yang sehat bagi kebutuhan manusia. Adapun pertanian organik memiliki dua makna, yaitu sebagai berikut:
Pertanian organik dalam arti sempit berarti pertanian yang bebas dari bahan-bahan kimia. Dalam pertanian organik, perlakuan benih, penggunaan pupuk, pengendalian hama penyakit, sampai pasca panen tidak sedikitpun melibatkan zat kimia, tetapi menggunakan bahan hayati (alami). Adapun pertanian organik dalam arti luas merupakan sistem produksi pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami dan menghindari atau membatasi penggunaan bahan kimia sintetis, baik berupa pupuk kimia, pestisida, herbisida, zat pengatur tumbuh, maupun aditif pakan. Konsep awal pertanian organik yang ideal yaitu menggunakan seluruh input yang berasal dari dalam pertanian itu sendiri. Dengan demikian penggunaan input dari luar sangat dibatasi atau dijaga hanya minimal sekali.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan sistem pertanian organik, antara lain, yaitu 1) kesuburan tanah yang ada harus dipertahankan dan diperbaiki melalui penerapan teknologi budidaya yang tepat; 2) penggunaan input dari luar yang bersifat sintetis harus dikurangi; 3) keanekaragaman agroekosistem harus dibangun melalui pola tanam, pengendalian hama penyakit tanaman secara terpadu, serta penggunaan pupuk hayati; 4) efisiensi dalam proses produksi harus ditingkatkan agar keuntungan yang diperoleh petani pun meningkat; dan 5) pemberdayaan petani perlu dilakukan untuk meningkatkan rasa percaya diri petani atas keberhasilan usahataninya.
Bahan organik
Bahan organik merupakan bahan yang berasal dari limbah dan sisa (residu) tanaman, kotoran hewan, pupuk hijau dan kompos (humus). Bahan organik ini merupakan unsur utama pupuk organik yang dapat berbentuk padat atau cair. Bahan organik dalam tanah berfungsi (1) memperbaiki sifat fisik tanah (struktur tanah lebih remah sehingga memudahkan perkembangan akar tanaman serta meningkatkan kapasitas menahan air dan hara); (2) memperbaiki sifat kimia dan fisik-kimia tanah (sebagai sumber hara N, meningkatkan KTK-tanah atau daya menahan dan melepas hara); dan (3) memperbaiki mikrobiologi tanah (karbon dari bahan organik merupakan sumber energi bagi mikroba penambat nitrogen, mikroba perombak ikatan karbon, serta pelepas hara N dan P). Kandungan bahan organik yang tinggi akan memudahkan pengolahan lahan, karena struktur tanah menjadi lebih remah, pertumbuhan mikro organisme lebih baik, dan pertumbuhan akar lebih optimal.
Sumber bahan organik yang pada umumnya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk, yaitu sebagai berikut:
1. Limbah dan sisa (residu) tanaman, antara lain jerami dan sekam padi; gulma; daun, batang dan tongkol jagung; semua bagian vegetatif tanaman; batang pisang, sabut kelapa;
2. Limbah dan sisa (residu) ternak, antara lain kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak, tepung tulang, cairan biogas;
3. Pupuk hijau, antara lain Gliriside, Terrano, Mukuna, turi, lamtoro, Centrosema, Albisia;
4. Tanaman air, antara lain Azollla, ganggang biru, rumput laut, enceng gondok, gulma air lainnya;
5. Penambat nitrogen, antara lain mikroorganisme, Mikoriza, Rhizobium, biogas;
6. Limbah industri padat, antara lain serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, kelapa sawit, limbah pengalengan makanan, limbah
7. Limbah pemotongan hewan;
8. Limbah industri cair, antara lain alkohol, kertas, bumbu masak (MSG), kelapa sawit (POME);
9. Limbah rumah tangga, antara lain tinja, urine, limbah dapur, limbah kota dan pemukiman.
Pemupukan pada padi sawah
Untuk menunjang kelangsungan dan peningkatan produksi serta mutu padi, tanaman padi membutuhkan kecukupan hara yang dapat dipenuhi melalui pemupukan. Pemupukan merupakan kegiatan untuk menyediakan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Pemupukan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan unsur hara guna menunjang serta meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman dengan pemberian bahan-bahan organik berupa pupuk kandang, pupuk kompos, cairan nutrisi dan pupuk anorganik yang berupa pupuk buatan. Melalui pemupukan pada lahan sawah, berarti kita melakukan tindakan untuk memperbaiki kesuburan lahan sawah.
Tanaman padi membutuhkan unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro antara lain Nitrogen (N), Fosfor (P) dan Kalium (K) dibutuhkan tanaman dalam jumlah relatif besar dibandingkan unsur hara mikro, seperti Kalsium (Ca), Magnesium (Mg) dan Sulfur (S). Unsur hara mikro seperti Besi (Fe), Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Seng (Zn), Boron (Br), Molibdenum (Mo) dan Klorida (Cl) digunakan dalam jumlah yang sangat sedikit, namun keberadaannya tidak dapat diabaikan karena berpengaruh langsung terhadap aktivitas metabolisme dalam tubuh tanaman.
Adapun hara yang sangat dibutuhkan tanaman dan pada umumnya kurang tersedia di dalam tanah adalah hara N, diikuti oleh P dan K. Dengan pemberian pupuk N dan P yang berimbang diharapkan akan diperoleh pertumbuhan padi yang baik dan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. Sementara itu, makin tinggi kandungan K, respon pupuk Nitrogen akan makin nyata.
Komposisi pemberian pupuk organik dan anorganik
Pemupukan sebaiknya dilakukan berdasarkan status kandungan hara yang berada dalam jaringan tanaman dan tanah. Untuk itu, agar dapat melakukan pemupukan sesuai dengan kebutuhan, perlu terlebih dahulu dikenali gejala defisiensi maupun kelebihan hara. Pemberian pupuk berbeda antarlokasi, musim tanam, pola tanam dan pengelolaan tanaman. Penggunaan pupuk spesifik lokasi meningkatkan hasil dan menghemat pupuk. Selain itu, pemupukan harus dilakukan tepat waktu, artinya dengan memperhatikan fase pertumbuhan tanaman dan faktor iklim. Selanjutnya penempatan pupuk juga harus tepat dengan memperhatikan karakteristik pupuk dan kedalaman daerah perakaran tanaman.
Standar pemupukan
Adapun standar pemupukan, yaitu sebagai berikut:
1. Menganalisis status hara dengan menggunakan Perangkat Uji tanah Kering (PUTK);
2. Memberikan jenis dan dosis pupuk sesuai dengan hasil analisis tanah;
3. Menentukan frekuensi dan interval aplikasi pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman;
4. Memberikan hara yang dibutuhkan berdasarkan selisih antara rekomendasi kebutuhan pemupukan dengan status hara dalam tanah.
Kebutuhan N tanaman dapat diketahui dengan cara mengukur tingkat kehijauan warna daun padi dengan Bagan Warna Daun (BWD), sedangkan kebutuhan tanaman akan P dan K diketahui dengan menggunakan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS). Selain itu, kebutuhan tanaman akan hara juga dapat diketahui melalui uji petak omisi atau melakukan pengujian langsung di lahan sawah petani dengan petak perlakuan NPK (lengkap), NP (minus K), NK (minus P) dan PK (minus N). Di lokasi tertentu, perlakuan serupa dapat dilakukan untuk menentukan apakah tanaman memerlukan hara lain, seperti S, Mg dan Zn. Petak omisi ini dapat memberikan informasi tentang keperluan tanaman akan pupuk N, P dan K di lokasi setempat. Dengan menggunakan BWD dapat ditentukan aapakah tanaman sudah perlu segera diberi pupuk N.
(Penulis: Ir. Diana Prasastyawati, M.Si, Penyuluh Pertanian pada Pusat Penyuluhan Pertanian, alamat e-mail: dianapras@gmail.com)
Sumber informasi:
1. Hairiah, Kurniatun. 2002. Pertanian Organik: Suatu Harapan atau Tantangan. Prosiding Lokakarya Nasional Pertanian Organik. Malang: Universitas Brawijaya
2. Sutanto, Rachman. 2002. Pertanian Organik: Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Yogyakarta: Kanisius
3. Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik: Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Yogyakarta: Kanisius
4. Las, I, K.Subagyono dan AP.Setiyanto. 2006. Isu dan Pengelolaan Lingkungan dalam Revitalisasi Pertanian. Jurnal Litbang Pertanian, 25(3):106 – 114. Jakarta: Badan Litbang Pertanian
5. Anonim. 2011. Defisiensi Unsur Hara Jeruk. Jakarta: Direktorat Budidayavdan Pascapanen Buah, Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian

Tidak ada komentar:
Write komentar