Artikel Pertanian

Selasa, 18 Oktober 2016

Meningkatkan Produktivitas Padi melalui Teknologi Jajar Legowo Super



Teknologi Jajar Legowo Super merupakan teknologi budidaya padi terpadu dari Balitbangtan yang berbasis cara tanam jajar legowo. Komponen teknologi di dalamnya meliputi Varietas Unggul Baru (VUB) potensi hasil tinggi, dekomposer jerami, pupuk hayati, pemupukan berimbang berdasarkan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS), dan pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dengan pestisida nabati dan kimia berdasarkan ambang kendali, serta alsintan (transplanter dan combine harvester).
Melalui teknologi Jajar Legowo Super (JLS), produktivitas padi dapat ditingkatkan lebih dari 20%. Implementasi pengembangan model ini dilakukan dalam bentuk demarea dengan tujuan selain untuk memverifikasi keunggulan inovasi yang diterapkan, juga sebagai wahana diseminasi kepada pengguna khususnya petani.
Jarwo atau jajar legowo sudah lama dikenal di kalangan petani, yang merupakan cara bertanam padi dengan jarak 2:1 atau 4:1. Pada jarwo super dilengkapi dengan pemanfaatan varietas unggul baru (VUB) padi dengan potensi hasil tinggi. VUB seperti Inpari 30, Inpari 32, serta Inpari 33.
Jajar Legowo (Jarwo) 2:1 adalah salah satu cara tanam pindah padi sawah yang mengatur setiap dua barisan tanaman dan diselingi dengan satu barisan kosong (legowo) dengan penerapan jarak tanam, baik dalam barisan maupun antar barisan disesuaikan dengan maksud kesuburan tanah dan ketinggian tempat. Semakin subur tanah, maka jarak tanam yang diterapkan semakin lebar. Demikian pula dengan ketinggian tempat, semakin tinggi tempat maka jarak tanam yang diterapkan semakin lebar. Maksud dan tujuan penerapan sistem Jarwo, di antaranya (a) Memanfaatkan radiasi matahari pada tanaman yang terletak di pinggir petakan, sehingga diharapkan seluruh pertanaman memperoleh efek pinggir (border effect), (2) Memanfaatkan efek turbulensi udara yang bila dikombinasikan dengan sistem pengairan basah-kering berselang maka dapat mengangkat asam-asam organik tanah yang berbahaya bagi tanaman dari bagian bawah ke bagian atas (menguap), (3) Meningkatkan kandungan karbon dioksida (CO2 ) dan hasil fotosintesis tanaman, (4) Memudahkan dalam pemupukan dan pengendalian tikus, dan (5) Meningkatkan populasi tanaman per satuan luas
Komponen lainnya sistem jarwo super yakni penggunaan biodekomposer, yang merupakan bahan yang mengandung beberapa jenis mikroba perombak bahan organik seperti lignoselulosa. Biodekomposer mampu mempercepat pengomposan jerami secara insitu dari dua bulan menjadi 1-2 minggu.
Hasil aplikasi Biodekomposer mempercepat perombakan jerami dan mengubah residu organik menjadi bahan organik tanah, meningkatkan ketersediaan NPK, sehingga menekan biaya pemupukan, dan menekan penyakit tular tanah.
Penggunaan pupuk hayati dan pemupukan berimbang berdasarkan PUTS (perangkat uji tanah sawah) juga menjadi komponen pada jarwo super. Pupuk hayati adalah pupuk berbasis gabungan mikroba mikroba non patogenik yang dapat menghasilkan fitohormon (pemacu tumbuh tanaman), penambat Nitrogen dan pelarut Fosfat yang berfungsi meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah.
Selanjutnya, terdapat komponen pengendalian organisme pengganggu tanaman dengan pestisida nabati dan anorganik, serta pemanfaatan alat mesin pertanian khususnya transplanter dan combine harvester.
Berdasarkan hasil panen ubinan yang dilakukan oleh Tim terpadu BPS Indramayu, Peneliti Balitbangtan, Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Indramayu, UPTD Kecamatan Bangodua, TNI dari Koramil Bangodua, dan beberapa Gapoktan di Indramayu, diperoleh produktivitas Gabah Kering Panen (GKP) di (demo area) dem-area seluas 50 ha.
Varietas Inpari 30 Ciherang Sub-1 sebesar 13,9 t/ha; Varietas Inpari 32 HDB sebesar 14,4 t/ha; dan Varietas Inpari 33 sebesar 12,4 t/ha, sedangkan rata-rata produktivitas pertanaman petani di luar dem-area dengan varietas Ciherang adalah 7,0 t/ha.
Petani yang menerapkan paket teknologi ini secara penuh bisa mendapatkan produksi sekitar 10 ton Gabah Kering Giling (GKG)/ha per musim tanam dengan kata lain ada delta penambahan produksi sebesar 4 ton GKG/ha per musim tanam dibandingkan dengan rata-rata produksi Jajar Legowo biasa yang diterapkan di sawah irigasi sebesar 6 ton/ha/musim.
Pengembangan Inovasi Teknologi ini guna mengantisipasi menyusutnya lahan pertanian, sementara permintaan terus meningkat. Bila inovasi teknologi Jajar Legowo Super ini dikembangkan di 20% dari total lahan pertanian irigasi saja, maka dapat menyumbang kenaikan produksi 3,84 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) pertahun.
Dengan adanya peningkatan produksi maka pemerintah akan mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Pemerintah juga harus secepatnya memformulasikan harga gabah demi kesejahteraan petani. (Penulis: Suwarna – Penyuluh Pertanian Pusat)
Sumber :
1. http://www.litbang.pertanian.go.id/berita/one/2574/
2. www.informasipertanian.com

Tidak ada komentar:
Write komentar