Artikel Pertanian

Senin, 11 Desember 2017



Hai readers, dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia yang ke-37 dengan mengusung tema “Menggerakkan Generasi Muda dalam Membangun Pertanian Menuju Indonesia Lumbung Pangan Dunia”kali ini saya akan bercerita sedikit mengapa diperlukannya generasi muda di bidang pertanian.


Mungkin di era saat ini, bidang pertanian kurang diminati oleh anak muda. Mengapa hal tersebut demikian?
1.  Pertanian identik dengan tradisional
Dibenak kebanyakan kaum muda berfikir petani hanyalah bercocok tanam dengan menggunakan alat tradisional semata. Hanya seni bertanam di areal pertanaman. Padahal sebaliknya, justru di pertanian era modern kali ini banyak perkembangannya, dimulai dari alat mesin pertanian yang semakin maju hingga pada proses budidayanya.



2.  Sektor pertanian tidak menarik

Hal tersebut disebabkan, sektor pertanian tidak dapat menciptakan lapangan kerja yang menarik kaum muda. Kebanyakan kaum muda lebih memilih untuk bekerja di perbankan atau di perusahaan yang memiliki penghasilan tetap. Padahal, pertanian merupakan sektor utama yang dibutuhkan setiap hari. Selama Indonesia masih memiliki rakyat, tidak munafik bahwa pertanian masih sangat dibutuhkan.



3.  Pertanian hanya untuk kaum lelaki saja

Mungkin pernyataan tersebut muncul di benak kaum wanita karena pertanian identik dengan kotor, lumpur dan panas. Sehingga beberapa dari kaum wanita enggan untuk terjun didalam dunia pertanian.



Mungkin itu hanya beberapa alasan mengapa kaum muda enggan untuk memilih pertanian. Padahal pertanian memiliki potensi yang sangat besar. Banyak ilmu dari dunia pertanian yang terus menerus dikembangkan, banyak penelitian baru yang dapat membantu pertanian di Indonesia untuk lebih maju.

Dibutuhkannya kaum muda dalam bidang pertanian adalah, agar munculnya berbagai inovasi baru dalam dunia pertanian yang berguna untuk meningkatkan produktivitas pertanian agar terwujudnya Indonesia menjadi lumbung pangan dunia.
Mengapa kaum muda?
Kaum muda memiliki jiwa semangat yang membara yang melebihi orang tua. Dibutuhkannya regenerasi dalam bidang pertanian karena pertanian saat ini hanya dilakukan oleh beberapa orang anak muda saja. Pertanian hanya untuk orang tua merupakan pemikiran yang salah, semangat dari kaum muda yang membara dibutuhkan untuk kemajuan pertanian Indonesia kedepannya.


Karena Indonesia merupakan Negara Kesatuan dengan mata pencharian utama nya pertanian. Masa iya, kita kaum muda kalah dengan semangatnya para orang tua. Karena penerus mereka adalah kita, jika pertanian minim akan kaum muda. Akan jadi apa Negara kita? Siapa yang akan menjadi penerus mereka? Untuk itu diperlukan regenerasi dari kaum muda yang akan melanjutkan dunia pertanian agar pertanian di Indonesia menjadi semakin maju.

Potensi dalam Bidang Pertanian

Banyak loh potensi pertanian di Indonesia yang memerlukan kaum muda didalamnya. Yaitu antara lain :
1.  Penggerak alsintan
Tau dong tentunya alsintan itu apa? Yap alsintan merupakan alat dan mesin pertanian, dalam bidang ini sangat dibutuhkan anak muda yang trampil dalam bidang alsintan. Karena banyak orang tua yang kurang lihai dalam penggerakan alat dan mesin pertanian ini sendiri. Kebanyakan orangtua susah untuk menggerakkan alsintan ini sendiri dikarenakan alatnya yang cukup berat serta beberapa tombol yang tidak dimengerti para orang tua.




2.  Bidang Budidaya

Dalam bidang budidaya, banyak potensi yang dimiliki oleh pemuda. Salah satunya yaitu inovasi untuk menemukan teknik budidaya serta bibit unggul untuk meningkatkan produktivitas. Hal tersebut merupakan potensi yang dimiliki oleh jiwa muda dalam mencari hal baru.



3.  Pengolahan

Dalam bidang pengolahan, biasanya ide  kreatif muncul dari anak muda. Pengolahan komoditas pertanian untuk meningkatkan nilai jual hasil produksi sangat diperlukan sekali. Karena, percuma bila memiliki produktivitas tinggi tetapi salah dalam pengolahan.


Mungkin itu beberapa alasan mengapa diperlukannya generasi muda dalam pertanian. Salah satu garis besar yang dapat ditarik adalah karena jiwa jiwa muda memiliki semangat yang tinggi serta memiliki pemikiran ide ide baru yang sangat dibutuhkan dalam perkembangan pertanian di Indonesia  guna mencapai swasembada. Untuk itu diperlukan beberapa teknik agar pemuda pemudi memiliki minat yang tingi untuk masuk dalam dunia pertanian.



*copyright BY Reza Tri Pamungkas*

Selasa, 10 Oktober 2017

PENERAPAN BUDIDAYA YANG BAIK KOMODITAS HORTIKULTURA


Pembangunan hortikultura telah memberikan sumbangan yang berarti bagi sektor pertanian maupun perekonomian nasional, yang dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB), jumlah rumah tangga yang mengandalkan sumber pendapatan sub sector hortikultura, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Pada saat ini PDB
Sejak Indonesia meratifikasi perjanjian perdagangan dunia, menjadikan Indonesia sebagai bagian dari pasar internasional. Kondisi ini memposisikan petani produsen hortikultura pada persaingan usaha dengan produsen internasioanl yang pada umumnya lebih efisien dengan skala produksi yang lebih besar dan lebih bermutu tinggi. Selain tantangan sistem produksi yang belum efisien, skala kecil dan kualitas rendah, kita dihadapkan dengan produk yang aman konsumsi, praktis dan menarik, teknik penyimpanan produk yang tahan lama, produk olahan dan siap saji, serta teknik pemasaran modern dan efisien. Peningkatan daya saing produk hortikultura terkait erat, baik dengan pasar domestik khususnya hypermart/pasar modern dan ekspor. Untuk menghasilkan produk yang berdaya saing yang sesuai dengan standard mutu dan keamanan konsumsi diperlukan input teknologi yang dilakukan melalui penerapan budidaya hortikultura yang baik atau good agriculture practices(GAP)/ standard operating produre (SOP) yang dibuktikan dengan pemberian registrasi kebun/lahan usaha. Penerapan GAP di Indonesia didukukng dengan telah terbitnya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/OT.140/10/2009 tanggal 19 Oktober 2009 tentang Pedoman Budidaya Buah dan Sayuran yang Baik (Good Agricultural Practices For Fruit and Vegetable). Dengan demikian penerapan GAP oleh pelaku usaha/petani mendapat dukungan legal dari pemerintah pusat maupun daerah.
Tujuan dan Sasaran Penerapan GAP
Penerapan GAP melalui SOP yang spesifik lokasi, spesifik komoditas dan spesifik sasaran pasarnya bertujuan antara lain (a) meningkatkan produksi dan produktuvitas, (b) meningkatkan mutu hasil hortikultura termasuk keamanan konsumsi, (c) meningkatkan efisiensi produksi dan daya saing, (d) memperbaiki efisiensi penggunaan sumberdaya alam, (e) mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan, ( f) mendorong petani dan kelompok tani untuk memiliki sikap mental yang bertanggungjawab terhadap kesehatan dan keamanan diri dan lingkungan, (g) meningkatkan peluang penerimaan oleh pasar internasional, (h) memberi jaminan keamanan terhadap konsumen.
Sedangkan sasaran yang dicapai dari penerapan GAP/SOP ini adalah terwujudnya keamanan pangan, produktivitas tinggi, jaminan mutu, usaha agribisnis hortikultura berkelanjutan dan peningkatan daya saing.
Penerapan GAP
Untuk mempercepat penerapan GAP/SOP dilakukan hal-hal sebagai berikut: (1) mendorong terwujudnya penataan manajemen rantai pasok atau Supply Chain Management (SCM) komoditas hortilkultura, (2) mengubah paradigma dari pola produksi menjadi market driven, (3) mendorong peran super market, retailer, supplier dan eksportir untuk mempersyaratkan mutu dan jaminan keamanan pangan pada produk, (4) sekolah lapangan GAP, (5) menyediakan tenaga pendamping penerapan GAP, (6) melakukan sinkronisasi dengan program instansi terkait lainnya, (7) perumusan program bersama instansi terlait lainnya dan melakukan promosi, (8) memasukkan target kuantitatif pencapaian kebun GAP ke dalam Renstra Direktorat Jenderal Hortikultura, (9) mendorong registrasi kebun/lahan usaha oleh Dinas Pertanian Provinsi dan sertifikat produk oleh Otoritas Kompeten Keamanan Pangan pusat dan daerah serta lembaga sertifikasi produk lainnya dan (10) mendorong sosialisasi penerapan dan sertifikasi GAP melalui jalur pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, pelayanan dan pengaturan, desiminasi teknologi.
Sebagai acuan untuk mendukung pelaksanaan GAP/SOP, Direktorat Jenderal Hortikultura. Kementerian Pertanian telah menerbitkan lebih dari 60 macam SOP. Dengan adanya pedoman dan upaya penetapan GAP/SOP hortikultura akan dilanjutkan dengan registrasi kebun/lahan usaha. Bagi kebun dan lahan usaha yang telah menerapkan GAP akan dilakukan observasi dan penilaian oleh Dinas Pertanian Provinsi yang menangani pengembangan komoditas hortikultura. Observasi dan penilaian terutama ditekankan pada titik-titik kendali yang telah ditetapkan dalam pedoman GAP. Bagi kebun dan lahan usaha yang telah memenuhi syarat /ketentuan sebagaimana diatur dalam pedoman penerapan GAP, akan diterbitkan dan diberikan nomor registrasi GAP. Fokus penerapan GAP diprioritaskan untuk produk-produk hortikultura tujuan ekspor dan pasar modern serta bahan baku industri pengolahan.
Dalam perkembangannya, kawasan pengembangan buah dan sayuran telah menerapkan GAP/SOP sebagai kontribusi nyata dalam menjamin produksi mutu buah Indonesia yang siap untuk dikonsumsi. Dalam penerapan di lapangan GAP dijabarkan dalam SOP yang spesifik lokasi dan spesifik komoditas. Beberapa contoh kebun-kebun yang telah menerapkan GAP/SOP adalah kebun yang telah menerapkan prinsip-prinsip PHT, telah melaksanakan SOP dan pencatatan kegiatan. Sampai dengan tahun 2013, sudah banyak kebun buah dan lahan sayur yang telah dan sedang dalam proses untuk diregistrasi.
Dari beberapa jenis komoditas buah yang telah melakukan registrasi kebun meliputi nanas, manggis, mangga, melon dan salak. Komoditas mangga telah menerapkan GAP/SOP di kebun. GAP/SOP yang telah diterapkan di lahan usaha sayur diantaranya pada komoditas bawang merah, kentang, jarum tiram, jamur merang, dan cabai merah..


Disarikan Oleh : Lasarus KL, Pusat Penyuluhan Pertanian.
Sumber : 1. Membangun Hortikultura Berdasarkan Enam Pilar Pengembangan, 2009. Direktorat Jenderal Hortikultura.
2. Pedoman Teknis Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk Hortikultura Berkelanjutan, Tahun 2014. Direktorat Jenderal Hortikutura.

Anda perlu tahu tentang : Good Manufacturing Practices (GMP)

Teknologi pengolahan tanaman pangan sedapat mungkin mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 35/Permentan/ OT.140/7/2008 tentang Persyaratan dan penerapan Cara Pengolahan Hasil Pertanian Asal Tumbuhan Yang baik (Good Manufacturing Practices / GMP), melalui penerapan GMP diharapkan menghasilkan produk pangan yang bermutu, layak dikonsumsi dan aman bagi kesehatan.
Ruang lingkup GMP meliputi : 1) Lokasi, 2) Bangunan Unit Pengolahan Hasil (UPH), 3) Fasilitasi Sanitasi, 4) Gudang, 5) Mesin dan Peralatan, 6) Pemeliharaan Bangunan UPH dan Sarana Kerja, 7) Proses Produksi, dan 8) Pengemasan.
Ruang lingkup GMP dapat diuraikan lebih rinci sebagai berikut :
1) Lokasi : Lokasi dimana bangunan atau tempat proses pengolahan dilakukan harus memenuhi syarat : bebas dari pencemaran, semak belukar dan genangan air; pada tempat yang layak; tersedianya sarana dan prasarana penunjang yang memadai misalnya jalan, akses pasar, sumber air bersih dan saluran pembuangan air yang baik.
2) Bangunan UPH :
• Tata letak ruang produksi dirancang cukup luas dan mudah dibersihkan.
• Lantai dibuat dari bahan kedap air, rata, halus, tidak licin dan mudah dibersihkan
• Dinding dibuat dari bahan kedap air, rata, halus, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas, kuat dan mudah dibersihkan.
• Sudut lantai bangunan bagian dalam dibuat tidak siku (melengkung) sehingga mudah dibersihkan.
• Langit-langit didesain dengan baik untuk mencegah penumpukan debu, tumbuhnya jamur, pengelupasan, bersarangnya hama, tahan lama dan mudah dibersihkan.
• Pintu dibuat dari bahan yang keras dan tahan lama, permukaan halus, licin, rata, warna terang, mudah dibersihkan/desinfeksi, membuka ke arah luar dan mudah dibuka dan dapat ditutup dengan baik.
• Jendela : terbuat dari bahan kuat, keras dan tahan lama dengan permukaan halus, rata, terang, mudah dibersihkan/ desinfeksi, luas harus sesuai dengan besar bangunan dan minimal 1 m dari permukaan lantai. Harus mencegah akumulasi debu, dilengkapi kasa pencegah serangga, tikus dan lain-lain yang mudah dibersihkan.
• Ventilasi cukup nyaman dan menjamin sirkulasi udara dengan baik.
• Kelengkapan ruang kerja
a. Cukup mendapat cahaya, terang sesuai dengan keperluan sehingga karyawan dapat mengerjakan tugasnya dengan teliti
b. Di ruang produksi seharusnya ada tempat untuk mencuci tangan dilengkapi dengan sabun dan pengeringnya
c. Di ruang produksi harus tersedia perlengkapan PPPK
• Tempat penyimpanan (gudang)
a. Tempat penyimpanan bahan basah, bahan kering dan produk akhir harus terpisah
b. Tempat penyimpanan harus mudah dibersihkan dan bebas dari hama/mikroba
c. Tempat penyimpanan produk akhir (sawut dan/atau tepung tapi oka) harus kering
3) Fasilitas Sanitasi
a. Sarana air bersih yang memadai dengan sumber air yang cukup dan bersih (tidak berwarna dan tidak berbau), pipa saluran air harus aman dan higienis serta tempat persediaan air harus mampu menampung persediaan yang memadai.
b. Sarana pembuangan harus dilengkapi dengan : saluran dan tempat pembuangan untuk bahan (padat, cair, gas), pengolahan buangan dan saluran pembuangan untuk buangan terolah
c. Sarana toilet : letak toilet tidak boleh terbuka langsung ke ruang produksi/ ruang pengolahan dan dilengkapi dengan tempat cuci tangan
d. Peringatan-peringatan kebersihan/ saniter
Harus ditempel di tempat-tempat yang mudah dilihat, untuk mengingatkan setiap pekerja. Misalnya : cuci tangan dengan sabun setelah keluar dari toilet, gunakan sarung tangan selama menjalankan proses produksi dan tidak boleh meludah di lantai.
4) Gudang
a. Gudang/ tempat penyimpanan harus bebas dari hewan dan serangga
b. Sirkulasi udara pada gudang tempat penyimpanan harus baik.
c. Suhu dan kelembaban harus disesuaikan dengan kondisi penyimpanan yang baik bagi komoditas yang disimpan.
d. Harus dibersihkan secara priodik (sebelum dan sesudah barang dimasukkan)
5) Mesin dan Peralatan
• Mesin
a. Tata letak mesin-mesin yang digunakan harus diatur sesuai dengan proses produksi.
b. Mesin-mesin yang digunakan harus dapat menjamin keselamatan dan kesehatan kerja karyawan serta tidak menimbulkan pencemaran/ kontaminasi pada produk yang dihasilkan.
• Peralatan produksi dan sarana kerja lainnya.
a. Alat yang digunakan harus memenuhi syarat teknis, tidak mudah rusak, terkelupas atau korosif, tahan lama dan persyaratan higienis (mudah dibersihkan), tidak mencemari produk yang diolah.
b. Permukaan yang bersentuhan dengan ubikayu/sawut/tepung harus halus, rata, tidak berlubang, tidak mengelupas, tidak berkarat dan tidak menyerap air dan terbuat dari stainless steel
c. Alat-alat berbahaya harus diberi tanda
d. Tempat sampah harus dirancang dan ditempatkan pada tempat terpisah untuk mencegah kontaminasi
6) Pemeliharaan Bangunan UPH dan Sarana Kerja
a. Bangunan dan fasilitasi peralatan selalu terawat dengan sanitasi yang baik
b. UPH dan produk yang dihasilkan bebas dari hama penyakit
c. Penanganan limbah dilakukan dengan baik
d. Prosedur pemeliharaan dan sanitasi selalu dimonitor
7) Proses Produksi
a. Penyiapan Bahan
• Bebas dari cemaran hama/ penyakit, pestisida dan kotoran
• Diproduksi dengan cara yang baik dan higienis serta berasal dari produk pertanian yang sehat

• Memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan
• Penanganan pencucian, pembersihan, pemeliharaan saniter harus efektif
• Bahan baku untuk diproses harus dipisahkan tempatnya dengan bahanlain yang berbahaya
b. Proses Pengolahan
Kualitas produk olahan yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kondisi bahan baku yang akan digunakan dan proses pengolahan yang dilakukan (urutan proses pengolahan seperti yang diuraikan pada Bab II).
8) Pengemasan
Tujuan pengemasan antara lain untuk perlindungan bahan pangan, aspek penanganan, aspek pemasaran, dan pemberian label/branding. Syarat–syarat pengemasan :
a. Mampu melindungi produk selama penanganan transportasi dan penumpukan.
b. Tidak mengandung bahan kimia berbahaya.
c. Memenuhi permintaan pasar baik bentuk, ukuran dan berat.
d. Bahan pengemas kuat dan kedap udara.
Dengan mengetahui tentang GMP dan ruang lingkupnya secara rinci, maka diharapkan dapat menjamin produk hasil olahan yang berasal dari tumbuhan terkait dengan keamanan pangan sehingga produk yang dihasil mampu bersaing dalam perdagangan bebas.


Siti Nurjanah Penyuluh Pertanian Utama, Pusat Penyuluhan Pertanian. BPPSDMP Kementerian Pertanian. Email : snurjanah8514@yahoo.com
Sumber :
1) Permentan nomor 35/2008 tentang Persyaratan dan penerapan Cara Pengolahan Hasil Pertanian Asal Tumbuhan Yang baik (Good Manufacturing Practices / GMP)
2) Pedoman Teknis Pengembangan Agroindustri Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2012.
3) Sumber gambar : https://www.google.co.id

PEMUPUKAN TANAMAN JAGUNG SESUAI KEBUTUHAN

Indonesia telah mampu berswasembada jagung, namun sampai saat ini kebutuhan jagung masih terus meningkat baik untuk pangan maupun pakan. Kebutuhan jagung untuk pakan sudah lebih dari 50% kebutuhan nasional. Peningkatan kebutuhan jagung terkait dengan makin berkembangnya usaha peternakan, terutama unggas.

Sumber gambar: Koleksi sendiri.
Oleh karena itu, Presiden RI mengajak para petani untuk berswasembada berkelanjutan. Kementerian Pertanian mempunyai Program Upaya Khusus Peningkatan Produksi Jagung mulai 2015 sampai 2017.

Salah satu cara untuk meningkatkan produksi jagung dapat dilakukan dengan pemberian pupuk sesuai kebutuhan tanaman. Untuk mengetahui kebutuhan tanaman akan pupuk, dapat dilihat dari gejala kekurangan unsur hara pada tanaman.
Pada tanaman jagung, gejala kekurangan unsur hara nitrogen (N) terlihat pada ujung daun berwarna kuning dan melebar menuju tulang daun, warna kuning pada daun membentuk huruf V, gejala ini nampak pada daun bagian bawah. Untuk gejala kekurangan hara fosfor (P), terlihat di pinggir daun berwarna ungu-kemerahan, mulai dari ujung hingga panggal daun, gejala ini nampak pada daun bagian bawah. Kemudian gejala kekurangan hara kalium (K), terlihat pada ujung daun berwarna kuning dan bagian pinggir berwarna coklat seperti terbakar, tulang daun tetap hijau, warna kuning pada daun berbentuk huruf V, gejala ini nampak pada daun bagian bawah. Sedangkan gejala kekurangan hara sulfur (S), terlihat pada pangkal daun berwarna kuning, gejala nampak pada daun yang letaknya dekat pucuk.
Apabila tanaman jagung telah diketahui gejala kekurangan hara (N, P, K, atau S) tersebut di atas, maka dapat diberi pupuk yang mengandung unsur hara yang kurang tersebut. Selanjutnya untuk mengetahui dosis pupuk N, P, dan K yang diberikan dapat diketahui dari hasil analisis tanah atau sesuai rekomendasi pemupukan setempat, agar bertanya kepada penyuluh pertanian Pembina. Jika analisis tanah belum dilakukan dan rekomendasi pemupukan setempat belum tersedia, maka dapat ditentukan dengan bantuan bagan warna daun (BWD). Penggunaan BWD bertujuan untuk mengamati keseimbangan hara terutama hara N pada tanaman.
Pemberian pupuk pada tanaman jagung mengikuti tahapan sebagai berikut: 
(1) Pada saat tanaman jagung berumur + 7-10 HST (hari setelah tanam), tanaman dipupuk N berupa urea sebanyak 75 – 87,5 kg/ha dan ZA sebanyak 50 kg/ha, diberikan bersamaan dengan pupuk SP36 sebanyak 25 – 50 kg/ha dan KCL sebanyak 37,5 – 150 kg/ha;
 2) Pada saat tanaman jagung berumur + 28 -30 HST, tanaman dipupuk dengan urea sebanyak 150 – 175 kg/ha dan KCL sebanyak 12,5 –50 kg/ha; (3) Pada saat tanaman jagung berumur + 40 - 45 HST, dilakukan pengamatan kecukupan hara N pada tanaman melalui daun dengan menggunakan BWD, caranya sebagai berikut:
1. Setiap + 1 ha pertanaman jagung dipilih 20 tanaman untuk diamati daunnya yang telah terbuka sempurna, yaitu daun ke-3 dari atas;
2. Pada saat mengamati, lindungi daun yang diamati dari sinar matahari agar tidak terganggu oleh pantulan cahaya yang dapat mengurangi kecermatan hasil pengamatan;
3. Daun yang akan diamati diletakan di atas BWD. Bagian daun yang diamati adalah sekitar sepertiga dari ujung daun;
4. Bandingkan warna daun dengan skala warna yang ada di BWD;
5. Kemudian dicatat skala warna yang paling sesuai dengan warna daun yang diamati. BWD memiliki skala warna dengan tingkat kehijauan 2 – 5;
6. Jika warna daun cocok diantara skala 2 dan 3 pada BWD, berarti nilai hijauan daun adalah 2,5. Apabila warna daun berada diantara skala 3 dan 4, berarti nilai hijauan daun adalah 3,5. Kemudian warna daun berada diantara skala warna 4 dan 5, berarti nilai hijauan daun adalah 4,5. Nilai hijauan daun yang diperoleh dari 20 daun jagung yang diamati, dirata-rata untuk menentukan perlu atau tidak penambahan pupuk N (nitrogen) sebagai berikut: (a) Jika hasil rata-ratanya diperoleh < 4 (kurang dari empat), maka tanaman jagung hibrida pada umur 40 – 45 HST perlu ditambah pupuk urea sebanyak 150 kg per hektar; (b) Jika hasil rata-ratanya diperoleh 4 – 5, maka tanaman jagung hibrida pada umur 40 – 45 HST perlu ditambah pupuk urea sebanyak 100 kg per hektar; Jika hasil rata-ratanya diperoleh > 5, maka tanaman jagung hibrida pada umur 40 – 45 HST perlu ditambah pupuk urea sebanyak 50 kg per hektar.
Selain pupuk tersebut di atas, jika pupuk organik (pupuk kandang) direkomendasikan penggunaannya di daerah setempat, pemberiannya dilakukan pada saat tanam sebagai penutup benih pada lubang tanam. Ukuran pupuk kandang antara 25 - 50 gram untuk setiap lubang tanaman jagung atau setara dengan 1,5 – 3 ton per hektar. Bertanam jagung pada lahan masam diperlukan pupuk kandang berupa kotoran ayam ras atau ayam petelor yang biasanya mengandung kapur yang cukup memadahi (Susilo Astuti H., Pusluhtan),


Sumber informasi:
1. Purnomo, Heni Purnawati. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. 2008. Panduan Umum Pengelolaan Tanaman Terpadu Jagung.
3. Zubachtirodin, dkk. 2009. Pedoman Umum PTT Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.